BONE – Pemerintah Kabupaten Bone melalui Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) memastikan tidak ada kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-PP) hingga 300 persen.
Hal tersebut ditegaskan Kepala Bapenda Bone, Ir. Muh. Angkasa, M.Si, bersama Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Bone, H. Anwar, SH., M.Si., MH, saat dikonfirmasi, Senin (11/8/2025) malam.
Dikatakannya, penyesuaian yang terjadi saat ini bukanlah kenaikan tarif yang ditetapkan Pemkab, melainkan penyesuaian Zona Nilai Tanah (ZNT) yang menjadi acuan perhitungan PBB-PP sesuai data Badan Pertanahan Nasional (BPN).
“Tidak ada kenaikan sampai 300 persen. Bahkan 200 persen pun tidak ada. Ini murni penyesuaian berdasarkan zona nilai tanah. Acuannya dari BPN, bukan tarif yang kita naikkan,” tegas Muh. Angkasa.
Ia mengungkapkan, selama lebih dari 14 tahun, nilai zona tanah di Kabupaten Bone tidak pernah diperbarui. Akibatnya, beberapa wilayah masih memiliki Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) sangat rendah, bahkan ada yang hanya Rp7.000 per meter.
“Bayangkan saja, ada nilai tanah Rp7.000 di tahun 2025. Itu sudah sangat jauh dari kondisi riil sekarang. Jadi wajar kalau setelah penyesuaian, nominalnya terlihat berbeda,” jelasnya.
Menurut data Bapenda, sekitar 25 persen wajib pajak di Bone tidak mengalami kenaikan PBB-PP pada tahun ini. Sisanya mengalami penyesuaian bervariasi, rata-rata di kisaran 65 persen, tergantung pada zona nilai tanah di wilayah masing-masing.
Penyesuaian ini, lanjut Muh. Angkasa, merupakan amanat peraturan dan bertujuan mewujudkan keadilan dalam pemungutan pajak. “Zona yang selama ini rendah sekali disesuaikan supaya setara dengan perkembangan harga tanah sebenarnya. Bukan semata-mata untuk menaikkan pajak,” pungkasnya.
Dengan penjelasan ini, Pemkab Bone berharap masyarakat mendapat pemahaman yang benar dan tidak terpengaruh isu yang tidak berdasar.
Tak hanya itu, Angkasa juga menegaskan bahwa penyesuaian tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) di Bone dilakukan dengan mempertimbangkan asas keadilan bagi seluruh wajib pajak.
Menurutnya, perbedaan luas lahan menjadi salah satu faktor penting dalam penetapan tarif. “Ada yang luasnya 5.000 meter, 5 hektar, 10 hektar bahkan 26 hektar. Kalau misalnya dari Rp7.000 menjadi Rp20.000 untuk lahan yang sangat luas, memang terlihat naik cukup besar. Tapi untuk lahan-lahan kecil, kenaikannya relatif kecil,” jelasnya.
Lebih lanjut, Angkasa menjelaskan bahwa tanah di wilayah perkotaan juga mengalami penyesuaian nilai, mengingat potensi dan harga pasarnya. “Jangan sampai yang kecil saja yang disesuaikan, sedangkan di kota tidak. Padahal nilai jualnya di kota bisa lebih tinggi,” katanya.
Ia mengingatkan bahwa banyak kasus di mana masyarakat membeli tanah dengan harga rendah, namun nilai pasar sebenarnya lebih tinggi. Penyesuaian PBB-P2, kata dia, dilakukan agar sejalan dengan nilai wajar tanah di lapangan. “Negara juga berhak memastikan nilai tanah yang dilaporkan sesuai dengan kenyataan. Jadi masyarakat tidak perlu khawatir, penyesuaian ini tetap berpijak pada keadilan,” pungkasnya.
Ia juga mengungkapkan, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada tahun 2022 telah mengingatkan Pemkab Bone bahwa nilai tanah di wilayah tersebut masih di bawah harga wajar.
“Ternyata memang nilainya sangat rendah, sehingga perlu dilakukan penyesuaian,” ujarnya.
“Jadi penyesuaian ini mengacu pada ZNT. Misalnya, di Jalan Ahmad Yani ZNT-nya kini mencapai Rp5,1 juta per meter, sebelumnya Rp1,2 juta per meter. Jadi, kalau sebelumnya pajak yang dibayar Rp1,1 juta, sekarang naik menjadi sekitar Rp1,5 juta. Artinya, hanya ada kenaikan sekitar Rp400 ribu,” ungkap Angkasa.
Bapenda Bone, lanjutnya, telah berkoordinasi dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN) dalam waktu dekat, akan melakukan sosialisasi untuk menjelaskan hal tersebut kepada masyarakat.
“Kami akan turun bersama BPN menjelaskan bahwa zona nilai tanah yang ada memang sudah sesuai harga pasar. Jadi ini semata-mata agar penilaian tanah di Bone wajar dan adil,” pungkasnya.
Menurutnya, penyesuaian ini tidak bersifat menyeluruh. “Hanya 65 persen yang mengalami penyesuaian, sedangkan 25 persen tidak berubah sama sekali. Semua tergantung pada nilai ZNT di lokasi masing-masing,” tambahnya. Dengan kebijakan ini, sektor pendapatan dari PBB diperkirakan meningkat sekitar Rp20 miliar, sehingga target pendapatan daerah dari sektor ini naik dari Rp30 miliar menjadi Rp50 miliar.
Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Kabupaten Bone, H. Anwar, menambahkan bahwa langkah ini juga selaras dengan regulasi nasional. “Penyesuaian ini mengacu pada Undang-Undang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat, yang ditindaklanjuti dalam bentuk Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Selanjutnya, diturunkan ke dalam Peraturan Bupati Nomor 11 Tahun 2024 tentang besaran persentase Nilai Jual Objek Pajak (NJOP),” jelas Anwar.
Ia menjelaskan, Pasal 3 dalam Perbup tersebut mengatur bahwa besaran NJOP dihitung berdasarkan zona nilai tanah sesuai karakteristik wilayah. Penetapan NJOP dilakukan setiap tiga tahun sekali, kecuali untuk objek pajak tertentu yang disesuaikan setiap tahun karena perkembangan daerah.
Kebijakan ini, menurut pemerintah daerah, diharapkan tidak hanya meningkatkan pendapatan daerah tetapi juga menciptakan keadilan pajak sesuai nilai riil tanah, sehingga masyarakat mendapatkan manfaat dari kenaikan nilai aset mereka. (*)
Komentar